السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Alhamdulillah, hari ini saya masih diberikan kesehatan sehingga
saya bisa postingan di AriefD’Little Maulana blog’s
Kali ini saya akan posting
mengenai “Cerpen”
Artikel ini bersumber dari Blog Remaja
Indonesia
Oleh: Bella Danny Justice
Yang benar saja? Aku
tidak mungkin jatuh cinta pada orang seperti dia! Kalau saja aku dapat
menentukan jalan hidupku, aku lebih baik bersama dengannya. Walau
harapanku ini mustahil, tapi aku ingin untuk tidak mencintai orang itu.
Dia bukanlah pria yang baik. Aku menyesal karena aku terlalu bodoh dan
terbuai sikap lembutnya.
Pada
awalnya aku kira dia hanya bersikap seperti itu kepada diriku, tetapi
aku salah. Dia memperlakukan semua perempuan sama seperti aku. Aku
sungguh tidak terima. Aku ingin pergi sejauh mungkin supaya aku tidak
dapat melihat wajahnya yang memuakkan itu. Tetapi kenyataan berkehendak
lain, kini aku justru satu kelas dengan pria itu.
“Keiko, ayo aku antar kan kau pulang.” Ucapnya yang berdiri dihadapanku.
Segera ku
masukan semua buku yang ada diatas meja dan bergegas untuk pulang.
“maaf, aku ada urusan. Kau pulang sendiri saja.” Kataku ketus. Lalu aku
meninggalkan Souta dikelas sendiri. Namun ia mengejarku dan menarik
pergelangan tanganku.
“Keiko,
ada apa denganmu?! Kenapa kau begitu berubah terhadapku?! Katakan padaku
apa yang mengganjal dihatimu!” perkataan Souta benar-benar membuatku
ingin meledak. Berani sekali dia bertanya seperti itu padaku setelah ia
berpacaran dengan sahabatku lalu ia meninggalkannya hanya dalam waktu 1
bulan. Karena dia, sahabatku Miruka sampai pindah sekolah dan sekarang
aku tidak punya siapa-siapa.
Aku menatap lurus matanya penuh dengan kekesalan. “jangan pernah kau tunjukan wajahmu dihadapanku Sou.”
***
Aku tau
aku telah bersikap keterlaluan kepadanya. Tapi inilah yang bisa kulakuan
untuk mengubur perasaanku terhadapnya. Aku tidak ingin berakhir seperti
Miruka. Aku masih ingat betul saat itu. Malam hari saat aku sedang
belajar untuk ulangan Fisika tiba-tiba bel rumahku berbunyi. Ternyata
Miruka yang datang kerumahku. Aku mengajaknya masuk tetapi ia tidak mau.
Ia tidak mendengarkan ucapanku. Badannya basah kuyup dan wajahnya
pucat, bibirnya pun membiru karna kedinginan. Ia menerjang hujan lebat
sampai seperti ini. Sekali lagi aku mengajaknya untuk masuk kedalam,
tetapi ia menolaknya mentah-mentah. Miruka justru menepis tanganku yang
berusaha membantunya untuk berdiri.
“kenapa...kenapa Keiko, kenapa ini terjadi kepadaku??!!!” serunya penuh
dengan tatapan yang berlinang air mata. Aku tidak mengerti maksud
sahabatku itu. Tiba-tiba ia datang dan menyalahkanku, seolah aku telah
melukai perasaannya.
“apa
maksudmu Miruka? Aku tidak mengerti. Masuklah dulu, biar kau jelaskan
semuanya. Kalau tidak, kau akan jatuh sakit.” Aku mengajaknya untuk
masuk tapi ia tetap tidak mau. Ia sungguh membuatku penasaran akan apa
yang terjadi.
“maaf
Keiko, aku rasa...aku tidak bisa lagi menjadi sahabatmu.” Setelah
mengucapkan itu lalu ia pergi. Ia berlari menjauh. Sampai aku tak dapat
lagi melihatnya.
Sampai
detik ini aku belum mengetahui maksud perkataan Miruka. Keesokan harinya
ia sudah pindah sekolah dan aku melihat Souta bersama dengan perempuan
lain. Walaupun aku menyukainya, tapi aku tidak terima kalau ia menyakiti
hati Miruka. Aku yang tadinya berteman akrab dengan Souta perlahan
mulai menjauhinya dan beruntunglah karena kami tidak sekelas.
Akan
tetapi keberuntunganku tidak bertahan lama. Ketika kenaikan kelas
diumumkan, aku terkejut karena kami berada dikelas yang sama. Kelas 3-1.
Aku memilih tempat duduk sejauh mungkin darinya untuk menghindari
kontak dengannya. 2 bulan berlalu sudah semenjak aku menempati bangku di
kelas 3 ini. Aku bisa merasakan Souta yang dulu telah berubah. Ia tidak
lagi suka bermain-main dengan perempuan. Ia terlihat lebih rajin. Tapi
aku tetap belum bisa melupakan kejadian Miruka dan hatiku pun belum
berubah, aku masih menyukainya.
***
Malam ini
hujan turun dengan lebat dan disertai angin kencang. Aku memandang
keluar jendela kamarku dan mengikuti arah titik-titik air yang
berjatuhan ke bumi. Malam ini seperti waktu Miruka datang kerumahku, aku
merasa hampa. Entah sampai kapan aku menjadi pecundang hanya karena
sahabatku. Aku tidak bisa mengakui perasaanku sendiri kepada orang yang
aku sukai karena sahabatku adalah mantan pacarnya.
Bel
rumahku berbunyi terus menerus tak henti-hentinya. Aku menghampiri dan
membuka pintu rumahku dan berharap itu bukan Miruka.
“Ka,
Kazuo? Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini?” ternyata yang
bertamu adalah tetanggaku Kazuo. Ia seorang mahasiswa perguruan tinggi
negri. Ia berbeda hanya 1 tahun denganku. Konyol sekali aku sempat
berfikir semoga yang datang bukanlah Miruka. Rasanya ingin aku
menertawakan diriku.
“mm..Ke-ke..keiko...” ucapnya terbata-bata.
“ada apa Kazuo? Katakan saja. Aku kan temanmu.” Kataku sambil menyunggingkan senyum dengan mataku yang disipitkan.
“a-aku...aku hanya
ingin minta gula. Aku ingin membuat teh tapi ibuku sepertinya kehabisan
gula. Hehe.” Gaya Kazuo kaku sekali. Tapi aku tidak menghiraukannya. Aku
langsung mengajaknya masuk dan mengambilkan toples kaca berisi gula
seperti yang ia pinta.
“t-terimakasih Keiko, nanti aku segera kembalikan.”
“ya, tidak apa-apa” ujarku terkekeh.
Kazuo
memang orang yang unik. Bahasa tubuhnya membuatku tertawa. Ia bukan tipe
yang suka melucu, tetapi perilakunya sungguh membuatku terhibur. Aku
selalu tertawa geli jika melihatnya. Ia pria yang sangat baik dan
berhati mulia. Aku mengenalnya sejak pindah kerumah ini 5 tahun lalu.
Sebagai tetangga yang kedatangan penghuni rumah baru, ia membantuku
mengangkat barang-barang.
Sejak saat
itu kami mulai akrab dan berteman. Aku sering sekali berkunjung
kerumahnya untuk bermain bersama. Orangtua kami bahkan sempat berfikir
untuk menjodohkan kami, tetapi aku dan Kazuo menolaknya sehingga batal
lah rencana perjodohan tersebut dan aku sangat lega.
Keesokan
harinya aku melangkahkan kakiku dengan semangat untuk pergi ke sekolah.
Tanpa sengaja aku bertemu Kazuo di tengah jalan. Aku mendekatinya dan
mengagetkannya. Aku menepuk bahunya agak kencang dan berkata nyaring.
“HAAAIIII Kazuoooo! Selamat pagi! Hehe.”
Ekspresinya lucu sekali. Aku hampir mati tertawa saat melihat wajahnya
yang terkejut bukan main. Kazuo mengelus-elus dadanya lalu menarik nafas
untuk berbicara. “Keiko, aku benar-benar kaget. Kau itu keterlaluan!
Jantungku rasanya mau copot, kau tau?”
Aku masih
tertawa geli sambil berusaha menahan tawaku untuk berhenti. “maaf maaf
hehe habisnya kau lucu sih, aku jadi ga tahan ingin menggodamu terus.”
Kazuo
memalingkan wajahnya, ia mempercepat langkahnya dan melambaikan
tangannya tanpa menengok kearahku. “maaf Keiko, aku duluan ya.”
***
Lagi-lagi
Souta menghampiri ku. Tapi aku tidak menghiraukannya. Aku tidak
menggubris setiap perkataan yang keluar dari bibirnya.
“Keiko,
aku ingin bicara denganmu sebentar. Aku mohon..” ucapnya dengan muka
memelas. Baiklah, mungkin sekali ini aku akan mendengarkannya. Setelah
itu aku tidak mau lagi berurusan dengannya.
Souta mengajakku ke
sebuah taman. Taman yang indah dan sangat terkenal ketika musim semi
menyambut. Taman Maruyama terletak di daerah Kyoto. Taman ini dipenuhi
oleh bunga ceri yang bermekaran dan berwarna pink. Sungguh menyejukan
mata dan hatiku. Baunya begitu harum, seperti menghipnotisku.
Souta pun membuka pembicaraan. “Keiko, apa kau tau yang sedang ku pikirkan sekarang?” tanyanya dengan nada serius.
Laki-laki
aneh pikirku. Mana mungkin aku tau! “tidak. Kalau pun kau ingin
mengatakannya aku tidak ingin tau.” Balasku cuek.
Souta
tertawa masam. “kau memang beda dari yang lain. Dirimu yang seperti ini
lah yang membuatku tertarik.” Kini ia menatapku, ia memandangi bola
mataku yang berwarna coklat.
Aku segera
memalingkan wajahku dari tatapan lembutnya yang membuatku luluh.
“sudahlah, aku pulang dulu.” Aku beranjak dari tempat itu tapi Souta
menghentikanku. Ia menarik tanganku dengan tegas sehingga aku kembali
dalam posisi duduk. Pria itu mengunci tanganku. Ia menggenggamnya sangat
erat dan membuatku tak dapat bergerak.
“aku tidak
berbohong! Aku menyukaimu Keiko...dan aku tau kau juga mempunyai
perasaan yang sama denganku.” Souta mengatakannya dengan lancar. Apa
selama ini dia tau kalau aku menyukainya? Aku tidak tau harus senang
atau sedih. Mendengar pengakuan cintanya, tak bisa kupungkiri hatiku
meloncat kegirangan. Aku hanya diam tak membalas ucapannya.
“aku telah
berubah sejak pertama kali mengenalmu Keiko. Kau tidak perlu takut aku
akan memperlakukanmu seperti yang kulakukan kepada temanmu Miruka.” Hati
yang penuh luapan kebahagiaan berubah menjadi kemarahan. Kata-katanya
menyakiti hati sahabatku seolah Miruka tak ada artinya sama sekali bagi
dia.
“jangan
sebut nama Miruka seakan-akan ia tak berarti apa-apa untuk dirimu. Biar
bagaimanapun dia pernah menjadi bagian dalam hidupmu. Kenapa dulu kau
menghianatinya?” amarahku terhadap Souta semakin memuncak sehingga aku
tidak dapat berteriak dan melampiaskannya. Hanya suaraku yang terdengar
rendah dan dingin.
“semua aku lakukan hanya untukmu.” Katanya.
Tubuhku
gemetar. Aku sangat bingung. Apa aku berani menerimanya? “tolong
tinggalkan aku sendiri Sou. Aku butuh waktu untuk berfikir.”
***
3 tahun kemudian....
Setelah
pengakuan Souta, aku merasa aku tidak akan sanggup hidup di Jepang jika
selalu bertemu denganya. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke Inggris
dan tinggal disana bersama Bibiku, Rose. Tadinya kedua orangtuaku tidak
mengizinkannya, tapi aku terus merengek dan terpaksa mereka pun
mengizinkan aku untuk pergi. 3 tahun aku lalui tanpa hadirnya Souta. Aku
cukup bahagia tinggal disini. Sekarang aku sudah menjadi seorang
mahasiswi Fakultas Kedokteran di sebuah universitas terkenal yaitu
Oxford University.
“Keiko, ada seseorang yang mencarimu.” Sahut Bibi Rose dari lantai bawah.
“alright, wait a second.” Balasku dengan nyaring.
Aku sungguh terkejut saat mendapati orang yang mencariku. Kazuo?! Bagaimana bisa ia tau tempat tinggal Bibi Rose? Dan untuk apa dia kesini? Banyak sekali pertanyaan yang muncul di otakku. Benar-benar sebuah surprise yang tak terduga.
Aku
memperhatikan Kazuo dari kepala hingga ujung kaki. Ia terlihat berbeda
dengan ia yang dulu. Kazuo bertambah tampan! Namun, sorot
matanya...seperti berbeda. Aku bergidik menatap sorot mata itu.
“hai,
Keiko. Lama sekali kita tidak berjumpa.” Nada suaranya kini terdengar
riang dan tidak kaku seperti dulu. Kazuo benar-benar berubah semakin
dewasa.
Aku
mempersilahkannya masuk dan kami duduk diruang tamu. “aku senang sekali
bertemu denganmu. Apa yang membawamu kemari? Aku penasaran.” Ujarku yang
diakhiri dengan seulas senyum manis.
“apa kau tidak mengenalinya Keiko?” nada bicara Kazuo mendadak serius.
Aku mengernyitkan dahi. “apa maksudmu? Mengenalinya?”
“mata ini...apa kau sudah melupakannya?” katanya yg menyuruhku untuk menebak.
Aku tidak
mengerti dengan ucapan Kazuo. Apa yang terjadi? Ia tidak hanya berubah
menjadi semakin tampan dan dewasa, tapi juga misterius.
“katakan
padaku yang sebenarnya Kazuo!” pintaku dengan sedikit memaksa. Aku
sangat penasaran. Pasti sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang besar...ya
sesuatu yang tidak ingin kudengar.
***
Aku tidak percaya
dengan ceritanya! Tidak mungkin itu terjadi! Souta mendonorkan korneanya
untuk Kazuo yang tertimpa kecelakaan dan kehilangan penglihatannya. Apa
maksud Souta seperti itu? kenapa ia harus pergi dengan cara seperti
ini? Kenapa ia tidak pernah mengatakan padaku bahwa ia juga memiliki
penyakit kanker yang kronis?! Kau sungguh egois Sou! Kau ingin bertemu denganku dengan cara hidup pada mata Kazuo. Aku tidak bisa menahan tangisku. Saat aku berziarah ke pemakaman Souta, aku melihat seseorang ada disana lebih dahulu.
“orang itu...” gumamku yang menahan isak tangis.
“sudah
lama sekali ya, Keiko...” sapanya lembut. Tampaknya ia juga sedang
menangisi nisan Souta. Aku terkejut bisa bertemu lagi dengannya,
terlebih ditempat seperti ini.
“kita mencintai orang yang sama dan menangisinya juga bersama-sama. Ironis sekali bukan hidup ini?”
“tidak.
Dari awal Souta hanya menyukaiku, bukan dirimu Miruka. Dan kepergiannya
tidak ada hubungannya dengan hidupku atau hidupmu. Kita menjalani hidup
yang berbeda. Dari dulu aku ingin mengatakan ini padamu, tapi baru
sekarang aku bisa mengucapkannya. Aku sangat lega karna aku tidak lagi
menjadi pecundang.”
“aku
senang kau bertambah dewasa. Sudahlah, tak ada gunanya kita bertengkar.
Lagipula, besok aku akan melangsungkan pertunanganku dengan pria yang
kucintai. Aku harap kau dan Kazuo bisa menghadirinya.”
“aku pasti datang.”
Sekarang
aku sadar bahwa sebenarnya yang ku inginkan adalah Kazuo. Cintaku memang
untuk Souta, tapi sejak dulu yang ada untukku selalu adalah Kazuo. Dari
awal, hanya Kazuo lah yang berada disisiku. Tapi aku tidak mungkin bisa
melupakan orang yang ku cintai. Sebuah pelajaran yang sangat berarti
bagiku. Lagipula, Souta...kau bisa selalu melihatku melalui Kazuo, bukan? Ucapku dalam hati. Aku tersenyum cerah menatap langit dan berharap kau mendengar yang kukatakan Sou.
***
“Souta Hakazami!! Cepat habiskan makananmu! Atau ibu akan marah besar.”
“iya, iya...Ibu cerewet sekali sih.”
“Kazuo, sebaiknya kau ajarkan Souta untuk bersikap disiplin!”
“jangan marah-marah terus nanti kau keriput Keiko. Bukankah Souta mengambil sifat seperti itu dari Ibunya? Hehe..”
“Kazuo kau mati hah?!”
Kehidupanku berubah drastis. Keluargaku dengan Kazuo adalah nafas
kehidupan bagiku. Aku sangat bahagia menjalaninya. Kami memiliki seorang
anak yang ku namai sama seperti dia, “Souta”, sebagai sebuah kenangan
dan agar aku dapat selalu mengingatmu.... aku yakin kau pasti tertawa
geli diatas sana melihat kelakuan Souta kecil-ku..
Aku sangat bertrimakasih padamu Sou...
Tanpa pengorbananmu, tidak mungkin aku bisa merasakan kebahagian yang luar biasa seperti ini...
The sweetest thought..I had it all,
Cause I did let you go..
All our moments,
Keep me warm..
When you're gone....
(Within Temptation – Bittersweet)